Oleh : Guntur Ismail ( Penasehat FSGI )
Peserta didik Kelas XII SMA 3 Jakarta yang berjumlah 6 orang melakukan perbuatan pidana mengeroyok memukul kakak alumni sekolah tsb,menyebabkan cidera,luka-luka, dan pingsan,kejadian perkara di wilayah Setiabudi, jumat, 30 Januari pukul 18.15 WIB.
Untuk menyelesaikan kasus pengeroyokan yang dimaksud, Dewan Pendidik SMA 3 Jakarta telah melakukan pemeriksaan terhadap alat bukti sehingga dapat disimpulkan peserta didik terbukti melanggar PeraturanTata Tertib Sekolah No.27 (b) tentang Perkelahian dan Tindak Kekerasan dengan kredit poin pelanggaran 100
Rapat musyawarah Dewan Pendidik yang dipimpin oleh Kepala Sekolah,Retno Listyarti telah mengeluarkan penetapan pemberian sanksi yang mendidik bagi peserta didik yaitu diskorsing selama 39 hari efektif ( sesuai surat Kepsek No.186/-1.851.622 tanggal 4 Februari 2015 )
Terhadap persoalan tindak kekerasan ini,apabila penerapan hukuman murni menggunakan Tata Tertib sekolah maka pengenaan hukumannya adalah siswa dikembalikan kepada orang tua/dikeluarkan dari sekolah,tapi demi pembinaan dan perlindungan terhadap anak agar memperoleh sebagian haknya di sekolah maka Dewan Pendidik melalui rapat permusyawaratan telah berupaya maksimal mempertimbangkan sanksi yang memadukan tegaknya hukum/tata tertib,tercapainya visi pendidikan dan penghormatan terhadap HAM.
Tidak terima terhadap penetapan sanksi skorsing oleh pihak sekolah,orang tua peserta didik telah melaporkan Kepala Sekolah secara pidana ke Polda Metrojaya dengan No.LP.iBL/460/II/2015/PMJ/Ditreskrimum, atas dugaan pelanggaran pasal 77 UU No 35 Tahun 2014 tentang perbuatan diskriminasi terhadap anak.
Kami Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)telah melakukan kajian yang mendalam hubungan penetapan sanksi skorsing bagi peserta didik dengan UU No 14 Tahun 2005 pasal 14 ayat (1) poin f tentang hak dan kebebasan pendidik memberikan sanksi kepada siswa berdasarkan kaidah pendidikan,kode etik,dan peraturan perundang-undangan,PP No 74 Tahun 2008 pasal 39 ayat (1),(2) hak pendidik memberikan sanksi yang mendidik,PP No 19 Tahun 2005 pasal 49 ayat (1) tentang kemandirian/otonomi sekolah,PP No 19 Tahun 2005 pasal 51 ayat (1) tentang rapat Dewan Pendidik yang mempertimbangkan ketercapaian di bidang akademik dengan mengijinkan mengikuti ujian bagi peserta didik agar terlindungi haknya,PP No 19 Tahun 2005 pasal 52 ayat (1) poin g tentang sekolah wajib memiliki tata tertib,UU No 20 Tahun 2003 pasal 12 tentang sekolah wajib melindungi hak peserta didik,PP No 53 Tahun 2010 pasal 3 angka 4 tentang PNS wajib taat terhadap peraturan dan ketentuan perundang-undangan.
Melalui kajian hubungan hukum antara perbuatan pemberian sanksi skorsing dengan peraturan perundang-undangan,Kami tegaskan perbuatan skorsing terhadap peserta didik bukan perbuatan pidana melainkan perbuatan yang bertujuan mengakkan aturan Tata Tertib Sekolah yang melarang melukai orang lain,melakukan pembinaan terhadap perserta didik yang bersangkutan maupun peserta didik yang lain untuk tidak termotivasi melakukan peniruan perbuatan pidana,mencegah pengulangan pidana, ikut membantu menjaga ketertiban umum serta adanya jaminan kepastian terlindunginya hak-hak orang lain.
Dalam hukum ada 3 kriteria seseorang dikategorikan bersalah yaitu :
1. Sengaja
2. Lalai
3. Tidak ada alasan pemaaf
Apabila perbuatan penetapan sanksi skorsing bagi peserta didik dihubungkan dengan kriteria bersalah maka seseorang yang sengaja menjalankan tugas demi tegaknya aturan dalam lingkungan sekolah,terpeliharanya keamanan dan ketertiban dalam masyarakat,lulusan SMA 3 Jakarta yang diharapkan berakhlak mulia maka perbuatan yang dimaksud tidak memenuhi kriteria bersalah sehingga Ia masuk pada kriteria ada alasan pemaaf oleh Undang-Undang sehingga kepadanya tidak patut dikenakan hukuman pidana, ini adalah pengecualian seperti yang diatur pada KUHP pasal 49.
Dengan tidak terpenuhi dan tidak terbuktinya perbuatan pidana yang dilaporkan maka Kami FSGI dan LBH Jakarta akan mempertimbangkan mengajukan gugatan balik secara pidana kepada pelapor dengan dugaan pencemaran nama baik dan memfitnah sebagaimana yang diatur pada KUHP pasal 210,211.
Berdasarkan kajian hukum yang Kami uraikan di atas dan dari sumber informasi yang berhasil dihimpun dapat disimpulkan :
1. Perbuatan Dewan Pendidik SMA 3 Jakarta dan Kepala Sekolah yang menjalankan keputusan rapat Dewan Pendidik memberi sanksi skorsing bukan perbuatan pidana yang melanggar HAM,justru bertujuan menegakkan HAM,UNDANG-UNDANG,Peraturan Tata Tertib Sekolah
2. Peraturan Tata Tertib Sekolah bertujuan melindungi hak dan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan ( PP No 53 Tahun 2010 )
3. Kepala SMA 3 Jakarta Retno Listyarti yang berlatar belakang aktivis pendidikan,Sekjen FSGI,bagi guru Indonesia yang tergabung dalam FSGI Ia adalah pejuang pendidikan,penegak peraturan pendidikan,identik dengan pahlawan dan atas jasanya layak diberi hadiah bukan dipenjara
4. Laporan Polisi dugaan diskriminasi anak melalui sanksi skorsing tidak dapat diteruskan sampai proses Pengadilan karena ada benturan kepentingan hukum pribadi dan kepentingan umum.Perbuatan menegakkan aturan Tata Tertib Sekolah tidak dapat dituntut secara pidana karena sanksi yang diberikan oleh Kepala Sekolah nyata melindungi kepentingan hukum pidana yang mengutamakan perlindungan terhadap kepentingan umum
5. Belum ada Yuriprudensi Kepala Sekolah,Dewan Pendidik yang memberi sanksi skorsing siswa yang melanggar aturan sekolah, dipidana.