REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan
Federasi Serikat Guru Indonesia Doni Koesoema meminta para guru melakukan
pengawasan terhadap tindak kekerasan di lingkungan sekolah melalui dunia maya
atau "cyberbullying".
"Fenomena perundungan (bullying) pada siswa, saat ini
sudah sering ditemukan di dunia maya, sehingga para guru sudah perlu aktif
memantau kekerasan 'cyber' ini," ujar Doni pada diskusi publik "Stop
Kekerasan untuk Mewujudkan Sekolah Ramah Anak" di kantor Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Jakarta, Sabtu Malam.
Ia mengatakan, kekerasan melalui dunia maya berpotensi
memberikan ancaman yang lebih buruk dibandingkan dengan kekerasan verbal. Lebih
lanjut Doni menjelaskan penyerangan "cyber" ini dapat dijalankan
setiap saat tanpa ada batasan waktu dalam kurun waktu 24 jam, sehingga korban
dapat diteror kapan saja.
Selain itu, langkah pembuatan akun pada media sosial yang
mudah dan bebas menjadikannya dapat diakses oleh setiap orang, yang kemudian
berpotensi untuk disalahgunakan. "Pelaku dapat membuat akun palsu dan
melancarkan serangannya pada korban tanpa diketahui identitas aslinya, media
sosial membuat kekerasan mudah sekali dilakukan," tambahnya.
Kebebasan tersebut, menurut ia, juga dapat memunculkan
fitnah yang kemudian mempengaruhi lingkungan serta kehidupan sosial. Hal ini
juga dikhawatirkan menyerang psikologi korban hingga membuatnya trauma untuk
bersekolah.
Oleh karena itu, Doni mengimbau para pengajar agar dapat
turut serta memantau aktifitas sosial para pelajar di dunia "cyber".
Ia juga berpesan kepada para pengajar untuk bertindak tegas ketika menemukan
kekerasan pada akun sosial siswa-siswanya itu.
"Bila guru menemukan kasus demikian, teguran atas
kekerasan tersebut sudah pasti harus dilakukan, tapi tindakan ini kemudian
harus dilanjutkan dengan pernyataan maaf di Facebook, Twitter, Blog, maupun
media sosial lain yang dimiliki pelaku, agar nama baik korban dapat
dikembalikan," katanya.