JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kekerasan
di banyak sekolah sudah masuk dalam tahap memprihatinkan. Banyak siswa
menganggap kekerasan yang dialami atau yang dilakukan adalah hal wajar.
Anak-anak cenderung tidak mengadukan
kekerasan di sekolah karena khawatir akan menjadi pihak yang disalahkan.
Mengingat pelaku kekerasan adalah guru, staf non-guru, dan sesama pelajar di
sekolah yang sama, korban kekerasan biasanya memilih diam dan tidak mengadukan
persoalannya ke sekolah.
Data menunjukkan sekitar 84 persen
anak Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut diperoleh
berdasarkan hasil riset yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Plan
International dan International Center for Research on Women (ICRW) pada Maret
2015. Tingginya angka kekerasan di Indonesia melebihi tren di kawasan Asia yang
jumlahnya 70 persen yang dilakukan di lima negara, di antaranya Vietnam,
Kamboja, Nepal, Pakistan, dan Indonesia.
Meski Indonesia memiliki peraturan
perundang-undangan dan instruksi pemerintah untuk mencegah dan menangani
kekerasan terhadap anak, penerapan tersebut dinilai belum optimal dan belum
sepenuhnya terlindungi.
Berangkat dari hal itu, para
praktisi pendidikan serta pendidik, orang tua dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Jakarta menggelar diskusi publik bertema “Stop Kekerasan di Pendidikan“ sebagai
upaya menciptakan sekolah ramah anak di kantor LBH Jalan Pangeran Diponegoro,
Jakarta Pusat, Sabtu (14/3). Hadir dalam diskusi Mardianto Janab, Doni Koesoema
Dewan Pertimbangan Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI), Diena Haryana dari
Yayasan Sejiwa, dan M Isnur dari LBH Jakarta.
Diskusi yang digelar dalam Forum
Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) meminta kepada pemerintah baik pusat maupun
daerah untuk bersinergi dalam rangka penghentian kekerasan di sekolah. Selain
itu meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak menyerahkan
urusan kekerasan kepada pihak sekolah, karena akan membiarkan kepala sekolah
menghadapi dan menanggung risikonya sendiri ketika digugat secara hukum oleh
orang tua saat menegakkan peraturan atau saat tidak didukung oleh kebijakan
Dinas Pendidikan.
Sekretaris Jenderal FSGI Retno
Lisyarti mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dinas pendidikan
di daerah seyogianya memiliki program dalam mencegah kekerasan di sekolah,
serta memberikan pelatihan kepada guru serta kepala sekolah tentang cara
mengatasi kekerasan agar dapat mendorong terwujudnya sekolah aman dan nyaman.
Editor : Sotyati