Pendidikan sejatinya bukan sekadar hak yang harus diterima seluruh bangsa Indonesia. pendidikan adalah tulang punggung yang menentukan karakter dan nasib suatu negara. Pendidikan yang baik akan membentuk individu yang berkarakter kuat dan positif, serta tak ragu bekerja keras demi kemajuan diri dan bangsanya. Keberhasilan dan perolehan positif lain membayang dalam sejarah perjalanan bangsa.
Sayangnya pendidikan yang baik belum bisa dinikmati seluruh masyarakat Indonesia, kendati usia kemerdekaannya sudah mencapai 70 tahun. Sejumlah masalah masih melingkupi dunia pendidikan Indonesia, yang ternyata tak hanya seputar peningatan kualitas guru. Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkapkan keprihatinan tersebut dalam diskusi dengan Harian Nasional beberapa waktu lalu. Berikut ulasannya,
Hingga saat ini sudah berapa tahun ibu menjadi guru ?
Saya mulai menjadi guru pada 1994 di sekolah swasta, sebelum menjadi PNS di tahun 1997. Jika dihitung dari pertama kali mengajar maka saya sudah menjadi guru selama 21 tahun. selama kurun waktu tersebut saya sempat mengalami beberapa kali rotasi dan bertanggung jawab sebagai kepala sekolah.
Mengapa ibu memilih profesi sebagai guru ?
Pendidikan bagi saya adalah proses yang menantang dan tak pernah berhenti. Sebagai pribadi saya senang mengajar dan tidak mau berhenti belajar. Motivasi inilah yang menuntun saya menjatuhkan pilihan sebagai guru.
Saya ingin menjadi guru yang mampu membangun kekritisan dan keberanian peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru tak boleh berhenti belajar dan terus berusaha meningkatkan kompetensinya. Apalagi pendidikan sejatinya adalah proses tak kunjung henti, untuk mempertajam pikiran dan memperhalus perasaan.
Sebagai guru, ibu dikenal kritis hingga mendirikan FSGI. Apa yang menjadi motivasi ibu mendirikan organisasi tersebut ?
Saya ingin mendirikan organisasi guru yang mampu melindingi anggotanya. Motivasi datang dari kasus buku pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang saya hadapi pada 2005. Gugatan dikarenakan buku yang saya tulis memuat kasus Bollugate di halaman 21-22. Penggugat adalah Akbar Tandjung yang mengajukan tuntutan sebesar Rp 10 miliar.
Awalnya penerbit Esis (grup penerib Erlangga) mau membant saya namun mendadak batal. Saya akhirnya mendapat bantuan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) hingga kasus selesai dalam 9 bulan. selain akhirnya mendirikan FSGI, kasus tersebut tidak menyebabkan saya berhenti menulis hingga sampai saat ini sudah ada 12 buku.
Terkait FSGI, motivasi juga datang dari lahirnya UU 14/2005 yang memungkinkan organisasi guru tak lagi tunggal. Mulanya, saya dan beberapa teman seprofesi membentuk Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) di 2010, yang menjadi Serikat Guru Indonesia Jakarta (SEGI Jakarta) pada 2011. SEGI Jakarta kemudian bergabung dengan organisasi lokal guru lainnya di Tangerang, Pandeglang, Serang, Lebak, Muna, Medan, Brebes, dan Cilegon. Penggabungan inilah yang menjadi FSGI, sehingga organisasi nasional ini beranggotakan organisasi di tingkat lokal. Individu menjadi anggota di tingkat organisasi lokal.
Selama 21 tahun menjadi guru, bagaimana pendapat ibu terhadap dunia pendidikan Indonesia ?
Yang jelas dunia pendidikan Indonesia masih perlu perbaikan. Menurut saya sedikitnya ada empat masalah di dunia pendidikan Indonesia . Yaitu rendahnya kualitas siswa dan guru, maraknya kekerasan dalam pendidikan, lunturnya keragaman di sekolah, dan adanya korupsi.
Empat masalah ini ditegaskan dengan hasil survei lembaga internasional dan FSGI. Survei FSGI pada 2012 di 29 kota/kabupaten, hampir 62% guru SD tidak pernah ikut pelatihan bahkan sampai pensiun. Ada guru yang sudah berusia 56 tahun namun baru satu kali ikut pelatihan pada 1981.
Rendahnya kualitas guru dan kepala sekolah juga terlihat dari hasil pengamatan FSGI terkait skill dalam mengatasi kekerasan dan perilaku intoleransi di sekolah sepanjang 2014-2015. Kualitas guru tak mungkin makin baik jika tak ada pelatihan yang terencana, sistemik,masif dan berkelanjutan.
Bagaimana dengan masalah lainnya ?
Tentunya tiga masalah lain juga didukung data riset lembaga internasional. Untuk kekerasan, sedikitnya 70 persen anak Indonesia pernah menyaksikan kekerasan berupa perlakuan fisik, penganiayaan verbal, psikologis, dan di dunia maya. UNICEF juga menyebutkan, 1 dari 3 anak perempuan dan 1 dari 4 anak laki-laki mengalami kekerasan di Indonesia.
1. Apa jalan keluar yang ditawarkan FSGI terhadap masalah tersebut?
Yang utama adalah pelatihan terhadap tenaga pendidik. Pelatihan pada guru dan kepala sekolah bisa meningkatkan kepekaan untuk membaca situasi sekolah. Setelah peka, guru dan kepala sekolah harus cukup pedulu untuk mencegah munculnya kekerasan dan masukna paham radikal. Hasilnya paham radikal tak bisa berkembang di sekolah.
Pelatihan harus dilaksanakan dengan terencana, sistemik, dan berkelanjutan. Guru dengan kompetensi an baik menjadi salah satu cara memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Tidak mungkin menciptakan murid kreatif kalau gurunya tidak kreatif. Tidak mungkin menciptakan murid kritis kalau gurunya tidak kritis.
Bila diumpamakan, membangun kualitas guru dan pendidikan seperti membangun tim sepak bola. Kalau kita ingin membangun tim yang kuat, maka yang dibutuhkan adalah pemain atau guru yang memiliki kualitas terjamin. Kompetensi hanya bisa makin baik dengan banyak latihan, yang didukung dengan mutu pelatih dan kompetisi antara guru.
Pemerintah tentu berperan besar dalam meningkatkan kualitas guru. Karena itu saya berharap, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) bisa menjadi peta untuk membangun program pelatihan yang baik. UKG juga harus dilakukan rutin sehingga selalu ada peta kompetensi yang baru setiap tahunnya.
Sosok ibu sebagai aktivis sudah sangat terkenal di dunia pendidikan, bagaimana dengan Retno sebagai masyarakat biasa ?
Selalu ada yang positif dan negatif karena saya tak selalu sejalan dengan pemerintah. Menurut saya sampai saat ini lebih banyak yang melihat dari sisi positif, karena masyarakat umum kenal saya dari berbagai media. Dengan komentar yang positif maka kesan terhadap saya dan FSGI menjadi baik. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya pengaduan pada FSGI dalam pendidikan misal sertifikasi, kecurangan UN, kurikulum 2013, pembubaran sekolah, PHK guru.
Bagaimana ibu menerapkan pendidikan dalam keluarga ?
Saat ini saya memiliki tiga buah hati yaitu Aulia Dirayati Putri (22), Maulvi Muhammad Adib (19), dan Gemilang Prilo Muhamad (7). Saya dan suami mendidik mereka selalu siap menerima risiko perjuangan. Mereka tumbuh menjadi pribadi mandiri yang terbiasa tinggal dan melakukan segalanya sendiri, karena orangtuanya tak selalu ada saat weekend atau hari biasa. Apalagi saat libur biasanya saya melakukan konsolidasi di daerah.
Untuk membina kemandirian, saya membiasakan anak melakukan sendiri tugasnya atau membantu pekerjaan rumah tangga. Misal cuci piring usai digunakan, membereskan tempat tidur, dan memasukan baju yang sudah disetrika. Semua harus dilakukan sendiri meski kami punya pembantu.
Bagaimana dukungan keluarga terhadap kiprah ibu sebagai guru dan Sekjen FSGI ?
Suami dan anak selalu mendukung seluruh aktivitas saya. Tentunya saya sangat bersyukur karena tidak semua suami bisa selalu semangat mendorong kemajuan istrinya. Sehingga saya bisa menjadi ibu sekaligus pendidik, penulis, dan aktivis guru.
Untuk menyeimbangkan peran tersebut, saya selalu mengutamakan komunikasi. Dengan teknologi yang ada, komunikasi tak perlu tatap muka namun bisa tetap intens. Kami membiasakan saling sapa antar keluarga misal, "Sudah makan belum ?","Makan apa?", "Kuliahnya gimana hari ini?" Hal kecil tersebut efektif menjaga komunikasi dan keharmonisan keluarga kami.
Perjalanan karir Retno Listyarti
SMA Labschool Rawamangun-Jakarta Timur (1994-1997)
SMPN 69 Jakarta Barat (1997-2000)
SMAN 13 Jakarta Utara (2000-2014)
SMAN 76 menjadi kepala sekolah (2014) sebagai kepala sekolah
SMAN 3 Jakarta (Januari-Mei 2015)
SMAN 13 Jakarta, hingga sekarang sebagai guru