FSGI kembali membuka Posko Pengaduan UN untuk keenam kalinya, terhitung sejak 2011. Dibandingkan tahun 2011-2014 dimana UN masih menjadi penentu kelulusan, maka laporan tahun 2015 dan 2016 terbilang menurun drastis dari jumlah laporan atau pengaduan yang masuk. Posko yang dibuka sejak 1 April 2016 baru menerima laporan pada H-1, minggu (3/4) sebanyak 8 laporan yang berasal dari Jakarta, Surabaya, Kota Medan, Cimahi, Bima dan Pare Pare.
Pada hari pertama UN, Posko UN - FSGI menerima total 19 laporan yang berasal dari Jakarta, Surabaya, Bogor, Tanjung Redeb (Berau), Kota Palu, Mamuju, Kota Medan, Lampung dan Pekalongan . Dari 19 laporan tersebut, 5 diantaranya berkaitan dengan masih maraknya jual beli kunci jawaban. Fenomena ini terjadi karena nilai UN masih dijadikan penentu ke jenjang yang lebih tinggi oleh Kemdikbud.
“Sepanjang UN masih digunakan untuk parameter lain selain pemetaan, maka potensi kecurangan akan terus terjadi. Setiap anak dan orangtua masih menginginkan bisa diterima di sekolah atau Perguruan Tinggi Favorit,” ujar Retno Listyarti, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Posko FSGI mengklasifikasi jenis laporan pengaduan UN yang diterima sebagai berikut :
1. Masalah teknis, perlengkapan/ sarana dan prasarana :
mulai dari masalah kekurang computer sehingga pihak sekolah harus pontang panting mencari pinjaman laptop kemana-mana, banyak orangtua siswa yang merelakan laptopnya dipinjam selama 2 minggu oleh sekolah. Sekolah rata-rata harus meminjam laptop 20 – 60 buah.
“Listrik padam dan server ngadat terjadi di beberapa tempat, seperti di Tanjung Redeb sehingga siswa yang sesi pertama baru bisa mengikuti UN pada pukul 15.10 – 17.10, dan yang sesi kedua pukul 18.30-10.30. Hal ini mengakibatkan siswa kecewa dan sudah kelelahan menunggu,” urai Heru Purnomo, Ketua Serikat Guru Indonesia (SEGI) Jakarta.
Heru menambahkan “Listrik padam juga sempat di alami oleh peserta UN SMA AL Azhar Palu, untungnya sekolah memiliki genset sehingga UNBK bisa dilanjutkan di sekolah tersebut. Kalau di SMAN 10 Bogor, listrik tidak padam tapi server bermasalah dan tiba-tiba keluar sistem, para siswa harus meunggu server diperbaiki barubisa melanjutkan kembali”.
2. Masih maraknya jual beli kunci jawaban. Kunci jawaban masih beredar di kalangan siswa yang membeli dengan cara patungan mulai dari Rp 20.000/ siswa di Cimahi, Rp 150.000/siswa di Jakarta sampai Rp 300.000/siswa di Pare Pare. Laporan yang masuk justru berasal dari orangtua siswa karena anaknya meminta uang untuk membayar patungan tersebut.
“Hasil penelusuran FSGI kepada para siswa mengenai pembelian kunci jawaban tersebut diakui oleh banyak siswa, namun mereka mengatakan bahwa tidak mempercayai 100% kunci tersebut, mereka masih tetap belajar, itu hanya untuk jaga-jaga dan kadang tidak dipakai sama sekali,” ujar Slamet Maryanto, Sekretaris Umum SEGI Jakarta.
3. Masih ditemukan peserta UN mencontek via HP dan bawa kertas berisi kunci jawaban. “Kedua kasus yang tertangkap membawa contekan ke ruang ujian ini, pelakunya belum sempat menggunakannya karena sudah diketahui pengawas saat ujian baru berlangsung, HPnya kemudian disita pihak sekolah,” ujar Retno.
Berkaitan dengan kasus-kasus kunci jawaban yang diduga bocor, FSGI akan menyerahkan laporan dan data kepada pihak Inspektorat Jenderal Kemdikbud. Irjen Kemdikbud diharapkan mengedepankan pembinaan dan solusi jika benar telah terjadi kebocoran kunci jawaban, karena hanya Inspektorat yang bisa menelusuri kebenarannya, apalagi di tiap kunci itu ada clue soal.
"Pak Irjen Kemdikbud dengan FSGI telah membicarakan hal ini untuk bisa ditindaklanjuti tanpa harus membuka nama pelaku dan sekolahnya ke publik. Kami ingin semua pihak mengedepankan pembinaan. Anak dalam hal ini adalah pelaku sekaligus korban," tambah Retno.
Jakarta, 5 April 2016
Tim Pemantau UN FSGI, Laporan Hari Pertama
C.p Retno Listyarti,S.Pd.,M.Si (082298444546)