Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan keprihatinan atas
meninggalnya 35 guru Surabaya akibat Covid-19, hal ini merupakan sebuah
tragedi kemanusiaan yang telah mengorbankan guru sebagai garda terdepan
di sekolah. Pendidik yang akan memberikan bekal bagi terciptanya generasi
emas pada tahun 2045 nanti. Kondisi ini menunjukkan bahwa perlindungan
terhadap guru sangat lemah di masa pandemi ini.
“FSGI mencatat hingga 18 Agustus 2020 sudah ada 42 guru dan 2 pegawai
Tata Usaha Sekolah yang meninggal karena covid 19. Padahal, sebelum
pandemic saja kita sudah kekurangan guru, kalau para guru tidak dilindungi,
maka potensi penularan covid 19 di lingkungan satuan pendidikan akan
tinggi jika sekolah dibuka pemerintah daerah tanpa ada persiapan yang
matang,” ujar Heru Purnomo, Sekjen FSGI.
FSGI meragukan persiapan pembukaan sekolah dilakukan dengan sungguhsunguh, mengingat daftar periksa buka sekolah saja banyak tidak dipenuhi
oleh sekolah. Contohnya di kabupaten Toba. “Walau statusnya zona oranye,
51 Sekolah jenjang SMP di Kabupaten Toba, Sumatera Utara melakukan
pembelajaran tatap muka, dengan ketentuan 3 hari masuk sekolah dalam
seminggu dengan 3.5 jam tatap muka di sekolah. Ketika Kami mengecek
daftar periksa di Kemdikbud terkait pembukaan sekolah, ternyata dari 51
SMP tersebut yang mengisi baru 13 sekolah dan 37 sekolah belum mengisi.
Dari 13 sekolah yang mengisi ternyata 1 SMP tidak punya toilet, 1 tidak punya
CTPS, 4 tidak punya disinfektan dan 8 tidak punya thermogun,” ungkap
Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI.
Hasil penelusuran FSGI melalui lini masa ditemukan beberapa kasus guru
yang tertular positif Covid 19 bahkan sampai meninggal dunia, di antaranya:
1. Pariaman (Sumatera Barat)
1 orang guru dan 1 orang operator sekolah dikonformasi positif Covid-19 pada
tanggal 19 Juli 2020 setelah dilakukan swab test terhadap 1500 orang guru
di Kota Pariaman. Guru yang terkonfirmasi positif sempat mengajar sejak
sekolah dibuka mulai dari tanggal 13 Juli 2020. Ada sekitar 90 siswa yang
diajar secara tatap muka oleh guru tersebut. Kemudian 40 orang guru dan
karyawan sekolah yang mungkin melakukan kontak. Sejak 20 Juli 2020
sekolah di Kota Pariaman ditutup kembali
2
2. Padang Panjang (Sumatera Barat)
4 orang guru di SMP N 4 Padang Panjang dan 2 orang mahasiswa magang di
SMP N 3 Padang Panjang dinyatakan positif Covid 19 pada tanggal 14 Agustus
2020 setelah Pemko Padang Panjang melakukan Tes Swab bagi guru. 2 orang
guru di SMP N 4 Padang Panjang sudah melaksanakan pembelajaran tatap
muka yang dimulai tanggal 13 Agustus 2020. Pemko Padang Panjang
melakukan penutupan terhadap 3 sekolah yaitu SMP N 3 Padang Panjang,
SMPN 4 Padang Panjang dan SMPN 2 Padang Panjang, yang berdekatan
dengan salah satu sekolah tersebut, sementara sekolah lainnya tetap
diizinkan melakukan Pembelajaran Tatap Muka.
3. Kalimantan Barat
Per 10 Agustus 2020 dari hasil pemeriksaan test swab terhadap 604 orang
guru dan rapid test terhadap 495 siswa ditemukan 8 orang guru dan 14 siswa
positif Covid 19, yang terdiri dari : SMPN 1 Pontianak ada 3 orang guru, SMAN
2 Pontianak 2 orang guru; SMAN 3 Pontianak ada 2 orang guru dan 1 siswa
. Kemudian di SMAN 1 Ketapang ada 6 orang siswa, SMPN 1 Ketapang 2 orang
siswa, SMPN 1 Sambas ada 3 orang siswa, kemudian SMAN 1 Ngabang,
Landak ada 1 orang guru dan 2 siswa. Pada tanggal 12 Agustus 2020
ditemukan 8 orang guru di Kabupaten Melawi terkonfirmasi Positiv Covid 19.
Sementara itu, pada 19 Agustus 2020 ditemukan 10 orang guru pada salah
satu SMP di Kabupaten Mempawah yang konfirmasi positif Covid 19. “FSGI
mengapresiasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang telah menggelar
test PCR bagi ratusan guru di Kalimatan Barat sebelum membuka sekolah,
sehingga tindakan tersebut dapat mencegah sekolah menjadi kluster baru”,
ungkap Fahriza.
4. Surabaya (Jawa Timur)
Per 24 Juli 2020 sudah ada 35 orang guru meninggal dunia di Surabaya
akibat Covid 19. Angka ini akan terus bertambah karena pada tanggal 15
Agustus 2020 1 orang tata usaha SDN Bendul Merisi 1 meninggal dunia
menambah daftar 3 orang guru yang meninggal terlebih dahulu pada sekolah
tersebut. Kemudian juga ditemukan 12 orang guru di SDN Ngagel 1 Surabaya
terkonfirmasi positif. SDN Bendul Merisi 1 dan SDN Ngagel 1 dilockdown.
Sebelumnya guru-guru diwajibkan tetap masuk ke sekolah untuk
melaksanakan pembelajaran daring.
5. Madiun (Jawa Timur)
1 orang Guru SMPN 1 Dilopo meninggal dunia pada tanggal 1 Agustus 2020
setelah melakukan perjalanan ke Solo 19 Juli 2020. Hasil swab keluar tanggal
2 Agustus 2020 dan dinyatakan positif. Pernah ke sekolah pada tanggal 23
Juli 2020 sehingga 67 warga sekolah ditest menggunakan Rapid Test dan
hasilnya negatif.
3
6. Kudus (Jawa Tengah)
1 orang guru di SDN 1 Barongan Kudus positif Covid 19 meninggal pada
tanggal 12 Agustus 2020. Rekan kerja korban menjalani isolasi mandiri
karena saat dikonfirmasi positif korban melaksanakan aktifitas pembelajaran
daring di sekolah.
7. Rembang (Jawa Tengah)
11 orang guru di SMKN 1 Gunem terkonfirmasi Positiv Covid 19 berdasarkan
hasil Swab Test tanggal 7 Agustus 2020
8. Balikpapan (Kalimantan Utara)
28 orang guru dan pegawai sekolah yang berasal dari SD dan SMP di Kota
Balikpapan terkonfirmasi Positif Covid 19 dari hasil Swab Test 6 Agustus
2020
9. Pati (Jawa Tengah)
1 orang guru SD Swasta meninggal dunia pada tanggal 18 Agustus 2020
tetapi tidak memiliki kontak erat dengan teman guru lainnya karena
melakukan PBM Daring dari rumah.
10. DKI Jakarta, Diperoleh informasi dari sumber yang dapat dipercaya, bahwa salah satu
SMKN di Jakarta Utara, 1 guru yang mengajar pendidikan agama Islam
meninggal dunia karena covid 19, dan 3 guru lain yang sempat berkontak
dengan ybs saat di sekolah ternyata positif covid 19.
Tentu saja data ini bagi FSGI merupakan puncak gunung es dari
kemungkinan lebih banyak guru yang tertular Covid 19 karena sudah banyak
pihak yang menilai buruknya penanganan pencegahan Covid 19 di Indonesia
dengan rendahnya testing dan tracing.
Merujuk pada kondisi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya maka
dengan ini FSGI menyatakan :
PERTAMA, Guru-guru yang tertular Covid 19 ini sebagian ada yang
melakukan kegiatan di sekolah baik yang melaksanakan pembelajaran daring
maupun pembelajaran tatap muka ataupun sekedar piket. Menjadi
pertanyaan adalah mengapa pembelajaran daring harus dilakukan di
sekolah? Ternyata sebagian Pemda mewajibkan guru tetap hadir ke sekolah
setiap harinya untuk melakukan absen sidik jari.
FSGI menilai bahwa Pemda sangat kaku memandang beban kerja guru
sebagaimana yang diatur pada Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 untuk
memenuhi ketentuan 37,5 jam kerja efektif maupun 24 jam tatap muka.
Padahal pemerintah melalui Surat Edaran MenPAN-RB Nomor 58 Tahun
4
2020 telah memberikan kelonggaran bagi ASN untuk melakukan
pekerjaannya dengan fleksibilitas dalam pengaturan lokasi bekerja melalui
pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (work from office) maupun
pelaksanaan tugas kedinasan di rumah (work from home) sesuai dengan jenis
pekerjaannya.
Guru termasuk jenis pekerjaan yang memungkinkan untuk dilakukan di
rumah selama pelaksanaan pembelajaran daring. Kehadiran guru di sekolah
juga bertentangan dengan Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020
terkait dengan pelaksanaan Belajar dari Rumah, yang diperkuat dengan
Surat Edaran Sesjen Nomor 15 Tahun 2020 untuk melaksanakan Belajar dari
Rumah melalui pembelajaran jarak jauh secara daring dan luring. Selama
guru-guru masih mampu memenuhi tugas pokoknya yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
membimbing dan melatih peserta didik serta melaksanakan tugas tambahan,
maka pembelajaran daring rumah seharusnya tidak menjadi masalah.
Tidak hanya bagi guru yang berstatus ASN, bagi guru-guru pada perguruan
swasta pun ada kewajiban untuk hadir ke sekolah sesuai dengan jadwal mata
pelajarannya. Pada konteks guru swasta, kami melihat ini lebih kepada relasi
antara atasan dan bawahan, dimana atasan tidak rela memberikan gaji
penuh kepada bawahannya jika bawahan juga tidak bekerja full time, maka
guru-guru pun diwajibkan hadir ke sekolah.
KEDUA, Beranjak dari kasus-kasus yang telah diuraikan sebelumnya juga
terlihat bahwa telah terjadi penularan atau transmisi pada lingkungan
sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pada kasus-kasus tersebut sekolah
belum menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Misalnya saja
membiarkan guru berinteraksi dengan membuka maskernya, meletakkan
guru pada satu ruangan yang sama tanpa memperhatikan physical
distancing, minimnya sarana CTPS atau hand sanitizer serta sarana sanitasi
lainnya.
Penting juga diketahui bahwa kewajiban hadir ke sekolah telah
mengakibatkan guru-guru yang berada di luar kota harus melakukan
perjalanan ke sekolah tanpa melalui protokol kesehatan yang dianjurkan
selama menggunakan sarana transportasi. Lalu tidak dilakukan pemeriksaan
kesehatan sampai di sekolah. Pada hal sesuai dengan ketentuan SKB bagi
warga sekolah yang berasal dari zona merah menuju sekolah yang berzona
hijau harus diisolasi selama 14 hari. Kondisi ini mengakibatkan sekolah
menjadi tempat yang beresiko untuk penularan Covid-19 dan guru menjadi
kelompok yang paling rentan tertular.
KETIGA, jika kondisi ini dibiarkan terus terjadi maka akan semakin banyak
guru yang terpapar Covid 19 bahkan sampai meninggal dunia. Kalaupun
sembuh, bisa jadi guru yang sudah terpapar mengalami kecacatan fisik
secara permanen pada paru-parunya. Lalu bagaimana dengan nasib Generasi
Emas Indonesia Tahun 2045 sebagaimana yang disampaikan Presiden pada
Pidato Kenegaraan menyambut peringatan HUT RI yang baru lalu? Tentunya
akan sulit terwujud karena dalam situasi normal saja, Indonesia masih
kekurangan guru dari sisi sebaran, kualifikasi dan kompetensi. Apalagi guruguru terus berguguran atau mengalami kecacatan akibat tertular Covid 19.
Situasi ini semakin sulit karena pemerintah berencana tidak melakukan
penerimaan ASN sampai 5 tahun yang akan datang sebagaimana yang
disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
KEEMPAT, Kondisi seperti ini juga seharusnya menjadi peringatan bagi
pemerintah di tengah upaya Kemendikbud melakukan relaksasi pembukaan
sekolah dari zona hijau menjadi zona hijau dan zona kuning. Pemerintah
harus sangat berhati-hati dan melakukan pengawasan yang ketat terhadap
Pemerintah Daerah dalam menjalankan mekanisme dan prosedur yang telah
ditetapkan dalam SKB 4 Menteri. Karena banyak ditemukan pada
implementasinya di lapangan banyak Pemerintah Daerah yang tidak
mematuhi SKB 4 Menteri dalam upaya untuk membuka sekolah.
KELIMA, FSGI mengingatkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya guru
berhak memperoleh perlindungan sebagaimana yang diatur pada Pasal 39 UU
Nomor 14 Tahun 2005 dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017. Disamping
berhak memperoleh perlindungan profesi, perlindungan hukum dan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual, maka guru juga berhak
memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja termasuk
perlindungan terhadap resiko kesehatan lingkungan kerja. Dimana
perlindungan ini harus diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
sekolah, organisasi profesi dan masyarakat. Pada konteks situasi pandemi
seperti saat ini, maka guru-guru harus memperoleh perlindungan dari
penularan Covid 19 di lingkungan sekolahnya masing-masing.
REKOMENDASI
Merujuk pada apa yang telah kami uraikan, maka FSGI menyampaikan
rekomendasi sebagai berikut:
PERTAMA, Pemerintah Daerah maupun Yayasan Perguruan Swasta untuk
tidak mewajibkan guru masuk ke sekolah untuk melaksanakan pembelajaran
daring selama tugas-tugas pokok sebagai guru masih bisa dilaksanakan dari
rumah.
KEDUA, Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, agar melakukan
pengawasan yang ketat dalam proses pelaksanaan Belajar dari Rumah
maupun upaya pembukaan sekolah. Jika diperlukan, agar memberikan
sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar aturan, terutama dalam upaya
pembukaan sekolah, dengan sanksi secara bertahap mulai dari sanksi
ringan, sedang dan berat sesuai dengan tingkatan kesalahannya.
Bagi FSGI, langkah ini sangat penting mengingat kepatuhan yang rendah
terhadap upaya pencegahan penularan Covid 19 di sekolah. Langkah yang
sama seperti penerapan sanksi bagi warga yang tidak memakai masker yang
dilakukan oleh beberapa Pemerintah Daerah. Langkah ini juga merupakan
implementasi dari Inpres Nomor 6 Tahun 2020 bagi lingkungan pendidikan.
KETIGA, Agar seluruh pihak, Pemerintah, Pemerintah Daerah, sekolah,
organisasi profesi, orang tua dan masyarakat serius dan bersinergi dalam
memberikan perlindungan bagi guru, terutama perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja terhadap resiko penularan Covid 19 yang mungkin
terjadi di sekolah.
KEEMPAT, Kami juga meminta Kemendikbud bekerjasama dengan
Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah untuk melakukan testing
kepada guru-guru sebelum membuka sekolah dalam bentuk PCR Test atau
Swab Test. Karena langkah ini sangat efektif dalam mencegah penularan
Covid 19 di sekolah. Walaupun dalam bentuk sampel sebagaimana yang
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, begitu ditemui kasus
positif, pemerintah daerah langsung mengambil kebijakan yang sangat tepat
yaitu menunda pembukaan sekolah untuk seluruh wilayah Kalimantan
Barat.
Jakarta, 22 Agustus 2020
Heru Purnomo, Sekretaris Jenderal 0812 8765 8515
Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen 0853 7070 0060