Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menghargai niat baik penyerahan merek
Merdeka Belajar dari PT Sekolah Cikal yang dihibahkan kepada Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) RI. Namun niat yang baik juga harus dilakukan dengan
ketulusan dan cara-cara yang benar, yaitu sesuai peraturan perundangan yang berlaku di
Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan definisi keadilan menurut Notonegoro, yaitu sesuatu
dapat dikatakan adil apabila sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hibah yang diumumkan kepada publik oleh Pemilik Merek Dagang Merdeka Belajar
dan Kemdikbud RI pada Jumat, 14 Agustus 2020, hanya menyampaikan bahwa Merek
Merdeka Belajar akan dihibahkan melalui surat kesepakatan, bukan Akta Hibah. Padahal,
perjanjian hibah tersebut melibatkan Negara yang seharusnya didasarkan pada prinsipprinsip kecermatan dan asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam UU
No. 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan.
TULUS ATAU ADA KEPENTINGAN TERSEMBUNYI
Ketulusan pemilik merek dagang Merdeka Belajar dalam menyerahkan hibah dapat
diukur dari fakta-fakta beikut ini :
Pertama, mengapa penyerahan hibah merek dagang Merdeka Belajar baru
dikatakan sekarang, pada 14 Agustus 2020 kepada public, mengapa tidak saat merek dagang
diperoleh pada Mei 2020 yang lalu. Apakah penyerahan ini karena adanya gelombang kritik
dan protes public?
Kalau tidak pernah diprotes apakah akan ada penyerahan hibah oleh
pemilik merek dagang?
Kedua, mengapa pemilik merek dagang Merdeka Belajar masih menginginkan
pemakaian bersama antara PT Sekolah Cikal dengan Kemdikbud, padahal kalau dihibahkan
maka siapapun untuk kepentingan pendidikan, nantinya akan dapat menggunakan merek
dagang Meredeka Belajar tersebut, termasuk PT Sekolah Cikal. PT Sekolah Cikal yang jenis
usaha di bidang pendidikan. Akan berkedudukan istimewa kalau kesepakatannya “dipakai
bersama”.
Sebuah PT yang esensinya dibentuk memang bertujuan mencari laba, sebagai pihak
swasta tentu akan mendapatkan keuntungan ketika kedudukannya dipakai bersama
Kemendikbud RI, setidaknya sekolah-sekolah yang dibangun Cikal dan berbagai penerbitan
yang diproduksi akan terdokrak nilainya.
Potensi Konflik Kepentingan Dalam Hibah Merek Merdeka Belajar
Dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diuraikan
Konflik Kepentingan adalah kondisi Pejabat Pemerintahan yang memiliki kepentingan
pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan Wewenang
2
sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang
dibuat dan/atau dilakukannya. Bisa jadi, Mendikbud Nadiem tidak memiliki kepentingan
menguntungkan diri sendiri, tetapi potensi yang bersangkutan menguntungkan orang lain
dapat saja terjadi.
Konflik Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 UU No. 30 tahun 2014
terjadi apabila dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan
dilatarbelakangi salah satunya, yaitu adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis;
Pada pasal 42 tersebut, juga dinyatakan bahwa Pejabat Pemerintah yang berpotensi
memiliki Konflik Kepentingan dilarang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
dan/atau Tindakan, oleh karena itu Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau
dilakukan oleh Atasan Pejabat atau pejabat lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam kasus hibah Merdeka Belajar ini, atasan Menteri adalah
Presiden.
Ketika, tindakan Mendikbud Nadiem berpotensi menguntungkan pihak lain, dalam
hal ini pihak swasta, yaitu sebuah Perseroan terbatas yang unit usahanya di bidang
pendidikan, maka seorang pejabat Negara seharusnya menghindari timbulnya konflik
kepentingan, tidak dapat melakukan tindakan atau keputusan terkait hak merek merdeka
belajar, sehingga dengan demikian harus diserahkan kewenangannya kepada atasannya,
dimana atasan seorang Menteri adalah Presiden. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang
menyebutkan “dalam hal terdapat Konflik Kepentingan sebagaimana dimaksud pada pasal
42 ayat (1), maka Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada
atasannya”. Atasan Mendikbud adalah Presiden RI.
Seharusnya Mendikbud meminta ijin dahulu dengan Presiden sebagai atasannya
karena hibah merek Merdeka Belajar ini menyangkut kepentingan umum. Selama belum ada
ijin Presiden dan belum dibuat akta hibahnya, maka Merdeka Belajar seharusnya tidak
dipergunakan dahulu oleh Kemdikbud RI untuk seluruh program-programnya yang terkait
dengan Merdeka Belajar.
TINJAUAN HUKUM
Ada sejumlah peraturan perundangan yang harus diperhatikan dalam persoalan kasus
pemberian Hibah merek dagang Merdeka Belajar dari sebuat Perseroan Terbatas Sekolah
Cikal kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu : KUHPerdata pada pasal
1666, 1680, 1862; UU No. 20/2016 tentang Merek; UU No. 30 tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan; UU No.41 tahun 2014 tentang Wakaf, dan Peraturan Presiden
54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pertama, Apakah Pernyataan Hibah Sah secara Peraturan Perundangan?
Definisi hibah dalam konteks hukum Indonesia diatur dalam pasal 1666 KUH
Perdata: “Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya,
dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda
guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.
3
Pasal 1680 KUH Perdata mengatur bahwa Hibah kepada lembaga umum
memerlukan persetujuan Presiden Republik Indonesia, kalau tidak maka hibah tersebut tidak
sah dan tidak berakibat hukum,berpotensi kerugian Negara kalau penyerahan tidak
diperbaiki. Oleh karena itu, selama Akta Hibah belum dibuat, seharusnya Kemdikbud belum
atau tidak mempergunakannya terlebih dahulu, agar ada kepastian hukum.
Selain itu, KUHperdata juga mengatur bahwa “Hibah-hibah kepada lembaga umum
atau lembaga keagamaan tidak berakibat hukum, kecuali jika Presiden atau pembesar yang
ditunjuknya telah memberikan kuasa kepada para pengurus lembaga-lembaga tersebut untuk
menerimanya”.
Kedua, Apakah penyerahan Hibah Tertuang dalam Akte Hibah dan Dibuat Dihadapan
Notaris?
Pembuatan akta hibah harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang terhadap
pembuatan akta tersebut, hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam pasal 1682
KUHPerdata. Akte Hibah harus disimpan oleh Notaris yang bertindak atas nama Negara
sebagaimana diatur dalam UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek yang sudah diperbaharui
dengan UU No 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi geografis.
Penyerahkan hibah secara hukum berarti BER-ACARA, oleh karena itu harus ada
akta hibah, pengalihan hak ke hibah harus didaftarkan secara resmi, harus diumumkan, ada
saksi dari negera (dalam hal Kemenkumham RI), harus ada Notaris yang mewakili Negara,
dan wajib dicatatkan .
JIKA POIN KESATU DAN KEDUA diatas tidak dilakukan sesuai peraturan
perundangan, bahkan Kemdikbud langsung memakai merek dagang Merdeka Belajar, maka
hal itu akan berpotensi kuat melanggar UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan,
karena ada ketidakcermatan, dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan pejabat
Negara, tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik dan menimbulkan
ketidakpastian hukum.
Ketiga, Pemilik Merek Tidak melepas sepenuhnya
Dalam pernyataan pers jumat 14 Agustus 2020, terungkap bahwa pemilik merek
tidak akan melepas sepenuhnya, karena ada kesepakatan yang menyebutkan bahwa merek
dagang tersebut akan dipakai bersama. Memang UU No. 20 tahun 2016 dalam Pasal 43
mengatur ketentuan bahwa Pernilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada
pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri
atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali
diperjanjikan lain. Namun, karena penyerahan kepada lembaga umum atau Negara maka
seharusnya si pemilik menyerahkan sepenuhnya kepada Negara.
Jika hibah tidak penyerahan murni dari pemegang merek dan pembuatan perjanjian
hibah tidak mengacu pada pertauran perundangan yang ada, maka hal ini berpotensi besar
merugikan keuangan Negara dan juga kepentingan umum.
Keempat, Adakah penegasan Bahwa Hibah Merdeka Belajar Tidak Dapat Ditarik Kembali
Dalam hukum, hibah yang telah diberikan tidak dapat diminta kembali, akan tetapi
terdapat beberapa pengecualian hibah dapat ditarik kembali dan dapat dihapuskan oleh
pemberi hibah. Pemerintah telah mengatur ketentuan mengenai hibah dalam pasal 1666
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), yang berbunyi:
Hibah adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya,
dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda
guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.”Pembuatan akta hibah
harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang terhadap pembuatan akta tersebut, hal
ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam pasal 1682 KUHPerdata.
KESIMPULAN
FSGI menduga kuat ada celah pelanggaran hukum dalam penyerahan Hibah Merek
Dagang Merdeka Belajar dan dugaan melindungi kepentingan pihak tertentu, dengan
indikasi sebagai berikut :
(1) Penyerahan hibah Merdeka Belajar dari PT Sekolah Cikal kepada Kemendikbud RI
diduga kuat cacat prosedur, karena belum mendapatkan ijin Presiden Republik
Indonesia, belum berbentuk Akta Hibah yang dibuat dihadapan Notaris dan
disaksikan perwakilan negera dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, dan
public belum menemukan adanya bukti pendaftaran pengalihan hak merek dagang
di Dirjen HAKI Kemenkumham. Pengalihan hak merek dalam bentuk Hibah tidak
bisa hanya diumumkan lewat konpresi pers dan hanya berwujud surat kesepakatan
antara Direktur PT Sekolah Cikal dengan Mendikbud RI.
(2) Penyerahan hibah yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan tidak
memberikan kepastian hukum dan tidak berakibat hukum, sehingga dapat berpotensi
merugikan keuangan Negara, karena program Merdeka Belajar di biaya oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
(3) Dalam proses perjanjian penyerahan hibah yang di duga kuat tidak sesuai prosedur
dan tidak didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku akan berpotensi
melanggar UU Administrasi pemerintah karena ada dugaan ketidakcermatan pejabat
Negara.
(4) Proses penyerahan hibah yang cacat hukum dan tidak cermat, tentu akan berpotensi
kuat melanggar asas umum pemerintahan yang baik .
REKOMENDASI
Berdasarkan analisis dari fakta dan data yang diperoleh maka Federasi Serikat Guru
Indonesia (FSGI) merekomendasikan dua hal berikut ini :
1. Atas dugaan adanya konflik kepentingan dalam kesepakatan rencana HIBAH Merek
Merdeka Belajar yang akan diserahkan PT Sekolah Cikal kepada Mendikbud RI,
maka FSGI mendorong Presiden Republik Indonesia untuk turun tangan sesuai
dengan ketentuan dalam pasal 42 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan.
2. FSGI mendorong Perbaikan Penyerahan Merek Dagang Merdeka Belajar Dari PT
Sekolah Cikal Kepada Negara. FSGI mendorong penyerahan tidak dalam bentuk
HIBAH tetapi WAKAF dengan menggunakan UU No. 41 tahun 2004 tentang
Wakaf. Wakaf memungkinkan merek dagang ini dapat selama-lamanya digunakan
Negara karena penyerahannya utuh. Wakaf jauh lebih kuat dari Hibah. Wakaf juga
melibatakan Kementerian Agama yang juga memiliki satuan pendidikan madrasah
dan pondok pesantren.