Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merilis
data perkembangan input data Bantuan Kuota Internet yang menyebutkan bahwa data
nomor ponsel yang sudah terdaftar sebanyak 21,7 juta nomor dari 44 juta siswa
dan 2,8 juta nomor dari 3,3 juta guru di Indonesia. Sementara itu, untuk
mahasiswa, nomor ponsel yang telah tercatat sebanyak 2,7 juta nomor dari 8 juta
mahasiswa, dan dosen 161 ribu dari 250 ribu dosen.
“Data ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PJJ yang
berlangsung selama ini tidaklah didominasi oleh PJJ Daring. Tidak sampai 50 %
siswa yang memiliki nomor HP untuk didaftarkan. Bahkan angka ini bisa saja
berkurang setelah nomor HP siswa diverval nantinya,” ujar Heru Purnomo,
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia.
“Hal ini juga menunjukkan bahwa Kemendikbud dan
Pemerintah Daerah tidak memiliki pemetaan yang akurat terhadap implementasi PJJ
yang sudah berlangsung. Berapa banyak siswa yang melaksanakan PJJ Daring atau
berapa banyak siswa yang melaksanakan PJJ Luring maupun campuran. Berapa banyak
siswa yang punya HP atau punya jaringan internet. Besarnya selisih antara nomor
yang sudah terdaftar dengan target jumlah siswa yang akan diberikan bantuan
menunjukkan implementasi PJJ tidak berlangsung sebagaimana mestinya,” ujar
Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI
Berdasarkan laporan dari daerah, FSGI menemukan
sisi-sisi kelemahan dari program Bantuan Kuota Internet, diantaranya :
1. Beriringan
dengan Bantuan Kuota Internet ini, operator selular telah menawarkan dan
membagikan kartu perdana secara gratis, dimana penawaran ada yang dilakukan
dengan iming-iming tertentu, yang bisa saja digolongkan sebagai gratifikasi.
Berupa pemberian fasilitas tertentu yang dapat mempengaruhi pejabat atau
penyelenggara negara (Kepala Sekolah) untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu untuk keuntungan pemberi fasiltas (Operaror Selular)
2. Sebagian
kartu perdana yang diberikan oleh operator selular ini sudah didaftarkan ke
dapodik padahal belum tentu siswa memiliki HP. Anehnya lagi, ada siswa yang
sudah memiliki nomor HP, tetapi yang didaftarkan adalah nomor HP yang diberikan
oleh operator selular dengan alasan efektifitas entri data nomor HP.
3. Efektifitas dari
pembagian kuota internet juga patut diragukan karena sampai per 11 September
saja tidak sampai 50 % nomor yang didaftarkan, artinya dana untuk bantuan kuota
internet yang sangat besar antara 7,2 – 9 Triliyun sebagian besar akan tidak
digunakan. Jumlah uang yang sangat besar, yang seharusnya dapat dimanfaatkan
untuk membantu siswa lainnya yang mengalami kesulitan selama PJJ.
4. Belum lagi,
kalaupun siswa nantinya memperoleh bantuan kuota internet apakah kuota sebesar
35 GB benar-benar digunakan untuk belajar atau lainnya. Karena dengan kuota
yang sebesar itu dalam waktu 1 bulan, jika hanya digunakan untuk pembelajaran
daring tidak akan habis. Apalagi dari siswa yang nomornya didaftarkan tidak
seluruhnya melaksanakan PJJ Daring, sehingga bantuan kuota internet tidak akan
maksimal digunakan.
5. Sampai hari
ini belum ada kejelasan tentang kuota internet yang akan diberikan oleh
Kemendikbud apakah bisa digunakan tanpa batas atau hanya pada aplikasi tertentu
saja. Sebagaimana program operator selular melalui Kuota Belajar yang hanya
bisa digunakan untuk aplikasi E-Learning dan Video Conference tertentu yang
sudah bekerja sama dengan operator selular tersebut. Pada hal fakta di lapangan
aplikasi medio sosial (Whats App dan sejenisnya), aplikasi video (Youtube dan
sejenisnya) dan aplikasi searching atau pencarian paling banyak digunakan
selama proses pembelajaran daring. Kalaulah aplikasi yang dominan digunakan ini
tidak bisa terfasilitasi maka pemberian bantuan kuota internet tidak akan
banyak membantu.
6. Proses entri
data dan verval data nomor HP siswa ke aplikasi juga banyak dikeluhkan oleh
operator sekolah karena ketidakkonsistenan aplikasi yang digunakan. Terutama
dari sisi akses, karena banyaknya sekolah yang menggunakan aplikasi tersebut
sehingga proses entri menjadi sangat lambat. Bahkan ada juga kejadian bahwa
nomor HP yang aktif tapi tertolak ketika dilakukan verval di aplikasi.
Kesulitan-kesulitan yang timbul mengakibatkan operator sekolah hampir 24 jam
berada di depan layar komputer karena harus terus memonitor perkembangan entri
data dan verval.
7. Sampai hari
ini belum ada mekanisme dan prosedur tertulis yang dikeluarkan oleh Kemendikbud
terkait Bantuan Kuota Internet. Apakah dalam bentuk edaran, juklak atau juknis.
Padahal adanya prosedur ini penting untuk memastikan bantuan, yang menggunakan
dana APBN dalam jumlah sangat besar ini, benar-benar tepat guna dan tepat
sasaran. Jangan sampai uang yang sedemikian besar, kecil manfaatnya untuk PJJ,
malah menjadi ajang operator selular untuk pesta pora.
Implementasi pendaftaran nomor siswa pada beberapa daerah :
No Nama Sekolah Alamat Jumlah Siswa Nomor HP didaftarkan Nomor HP Sudah Verval:
1 SMK N 1 Percut Sei Tuan Deli Serdang, Sumut 2440 2140 –
2 SMPN 52 Jakarta DKI Jakarta 667 667 667
3 SMAN 3 Seluma Seluma, Bengkulu 603 603 –
4 SMAN 1 Monta Kab. Bima, NTB 653 300 –
5 SMPN 10 Kota Bima, NTB 190 150 (XL-Axis) –
6 SMPN 12 Mataram NTB 732 346 (Proses entri) –
7 SMA Labschool Jakarta DKI Jakarta 760 760 760
8 SMKN ManonjayaTasikmalaya Jawa Barat 1562 1562 1488
9 SMAN 9 Kota Bengkulu Bengkulu 474 24 (Proses entri) –
Berdasarkan temuan sebagaimana yang telah diuraikan
sebelumnya, dengan ini Dewan Pengurus Pusat (DPP) FSGI memberikan rekomendasi :
Pertama, Pemerintah
perlu meningkatkan akurasi pemetaan terhadap pelaksanaan PJJ yang sudah
berlangsung selama ini sehingga kebijakan apapun nantinya yang akan diambil
dalam rangkaian memperbaiki pelaksanaan PJJ akan tepat sasaran dan tidak
terkesan sia-sia. Pemerintah harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk
skenario terburuk sekalipun mengingat penularan dan penyebaran Covid 19 masih
berlangsung cenderung semakin mengkhawatirkan dan penanganannya belum
menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan.
Kedua, Mengingat
jumlah anggaran yang digunakan untuk Bantuan Kuota Internet sangat besar,
mencapai 9 Triliyun, maka kami meminta agar KPK beserta lembaga yang memiliki
kewenangan lainnya, untuk melakukan pengawasan terhadap program ini karena
potensi kerugian sudah mulai terlihat dengan kelemahan-kelemahan yang sudah
kami uraikan sebelumnya.
Ketiga, Dengan
adanya bantuan kuota internet ini, kami juga meminta agar sekolah diberikan
diskresi untuk menggunakan gawai-gawai bantuan pemerintah, apakah melalui BOS
Kinerja ataupun BOS Afirmasi, untuk digunakan siswa karena masih ada siswa yang
didaftarkan nomor HP-nya tetapi tidak memiliki gawai untuk menggunakannya.
Keempat, Mengingat
kesulitan yang dilakukan dalam proses entri maupun verval data nomor HP siswa,
maka kami meminta agar proses entri maupun verval diperpanjang tanpa batas cut
off karena bisa muncul kendala-kendala teknis seperti HP rusak, HP hilang,
ganti HP yang baru, ganti nomor HP, jaringan tidak support dan lain-lain.