Pada Desember 2020, sebanyak 270 daerah di Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada Serentak ditengah pandemi Covid-19.
Dalam penyelenggaraan Pilkada tersebut, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencium adanya upaya-upaya sistematis calon kepala daerah terutama petahan menggunakan sekolah untuk meraih suara para siswa yang menjadi pemilih pemula.
Sekjen FSGI Heru Purnomo mengugkapkan, indikatornya sudah mulai terlihat dari adanya permintaan jajaran dinas pendidikan di sejumlah daerah berupa nomor-nomor handphone para siswa yang menjadi pemilih pemula. Permintaan nomor hp pemilih pemula bersamaan waktunya,memanfaatkan momen permintaan input nomor hp siswa ke dalam Dapodik Kemendikbud untuk memperoleh bantuan kuota internet peserta didik.
Menurut Heru, permintaan akan cepat diperoleh karena secara bersamaan para opetaror sekolah umumnya sudah merampungkan input data nomor handphone siswa ke Dapodik Kemdikbud untuk mendapatkan kuota internet selama 4 bulan ke depan. Permintaan disampaikan kepada para Kepala SMA/SMK di wilayah si calon kepala Daerah.
“FSGI mendapatkan laporan adanya perintah pencatatan no HP alumni di jenjuang pendidikan SMA/SMK dan diserahkan pada calon kepala daerah, padahal perintah ini tidak ada kaitannya dengan kewajiban Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Heru Purnomo dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Minggu (13/9/20).
Heru mengatakan, pemilih pemula adalah target bagi banyak calon kepala daerah karena jumlahnya hampir 30 persen dari total pemilih. Oleh karena itu, kata dia, patut diduga permintaan tersebut ada kaitannya dengan kepentingan pribadi calon tertentu yang ingin terpilih kembali.
Dalam UU RI no 30 tahun 2014 tentang Administrasi pemerintah, diatur adanya asas umum pemerintah yang baik, dimana pejabat publik seharusnya tidak memiliki konflik kepentingan (psl 43) dan pejabat tata usaha negara dilarang memiliki konflik kepentingan (psal 42).
“Kewajiban membina demi mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan kepentingan umum, namun meminta nomor telepon siswa dan alumni yang menjadi pemilih pemula bukanlah tugas PPK,” pungkas Heru.
Heru mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan adanya SE bersama antara Gubenur dengan ketua organisasi profesi di salah satu provinsi yang meminta nomor handphone sejumlah siswa dan alumni di berbagai sekolah yang secara sistematis dilakukan calon kepala daerah. Misalnya yang terjadi di Provinsi Benkulu.
FSGI menilai munculnya Surat Edaran (SE) Bersama Gubenur Bengkulu dengan Ketua Pengurus PGRI Provinsi Bengkulu Nomor: 420/73/Dikbu/2020 dan Nomor 077/Org/PGRI-Prov-Bkl/XXII/2020 tentang Organisasi Profesi Guru Di Provinsi Bengkulu, yang mengatur kewajiban menggunakan seragam PGRI bagi semua guru, mencerminkan adanya kepentingan politik.
Atas dasar itu, maka FSGI merekomendasikan, pertama, FSGI meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dapat membuat surat edaran kepada daerah-daerah yang menyelenggarakan pemilihaan kepala daerah agar tidak melibatkan guru dalam proses kampanye dan dukungan suara.
Kedua, FSGI meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPan-RB) untuk mengeluarkan edaran yang isinya melarang seluruh pegawai negeri sipil terlibat dalam kegiatan kampanye, karena guru ASN jumlahnya juga cukup besar di seluruh daerah.
Ketiga, FSGI mendorong Bawaslu daerah proaktif mencegah sekolah dan siswa dimanfaatkan untuk kepentingan politik calon kepala daerah yang inkuben, karena sangat sulit berharap para guru dan sekolah melaporkan ke Bawaslu, mereka umumnya takut akan konsekuensi dari laporan jika si calon kepala daerah memenangkan pemilihan.