OmniBUS Law, Bukan Untuk Sekolahan
(Legislatif Fair 2020, HiMa UPI
Kampus Cibiru, 19-20 Desember 2020)
Berbagai kontroversi dan
demonstrasi penolakan muncul sejak draf RUU
Omnibuslaw Cipta Kerja tersebar ke public di awal tahun 2020, pun hingga akhir
tahun ini masih terjadi penolakan terutama dari kalangan pekerja, bahkan ada
yang mengajukan judicial review ke MA.
Terkait sektor pendidikan, keberadaan
pasal 65 paragraf 12 yang kabarnya
sempat dihapus oleh DPR, juga menimbulkan polemik dan kehawatiran akan munculnya
privatisasi, komersialisasi dan liberalisasi pendidikan.
Benarkah demikian?
Fakta OmniBUS Law, UU No. 11 Tentang Cipta Kerja
Undang-undang No. 11 Tahun
2020 setebal 1187 halaman itu tersusun atas 15 BAB, Bagian, Paragraf, dan 186
Pasal. Terdapat 11 klaster perubahan diantaranya Penyederhanaan Perizinan,
Pemberdayaan UMKM, Kemudahan investasi dan percepatan proyek strategis
nasional.
Dimana sektor pendidikan?
BAB III: Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan
Berusaha.
Bagian Keempat :
Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor serta Kemudahan dan Persyaratan
Investasi (ada 15 Sektor : Kelautan dan Perikanan, Pertanian, Pendidikan dan
Kebudayaan, keagamaan dll.)
Paragraf 12: Pendidikan dan
Kebudayaan
Pasal 65 (1) Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan
melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. (2)
Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah
Faham OmniBUS Law,
UU No. 11 Tentang Cipta Kerja
1.
Secara
umum paragraf diawali dengan pasal yang menyebutkan undang-undang yang
akan diubah.
Misalnya, Paragraf
11: Kesehatan, Obat, dan Makanan (Pasal 59-64)
Pasal 64 Beberapa
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Di paragraf 12
ini tidak disebutkan satupun Undang-undang pendidikan dasar, menengah dan
tinggi yang akan diubah.
2.
Perizinan seperti disebut dalam bagian umum undang-undang ini
adalah perizinan untuk pengembangan usaha UMKM.
Dalam UU No. 20
Tahun 2008 tentang UMKN, Pasal 19 Pengembangan dalam bidang sumber daya manusia
dilakukan dengan cara: c. membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan,
penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru.
Sektor Pendidikan yang dimaksud adalah Lembaga Diklat bukan Satuan Pendidikan atau Sekolah.
3.
Dalam Penjelasan atas UU No. 11 tahun 2020
Tentang Cipta Kerja dicantumkan bahwa:
Pasal 65 ayat (1)
Yang dimaksud
dengan kata “dapat” dalam ketentuan
ini pada dasarnya kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha tidak berlaku pada
sektor Pendidikan, kecuali lembaga
pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus yang diatur tersendiri.
Undang-Undang ini
menganut prinsip bahwa pengelolaan satuan
Pendidikan bersifat nirlaba sehingga tidak dapat disamakan dengan
pengelolaan kegiatan usaha.
Dengan demikian
perlakuan, persyaratan, dan proses izin yang diperlukan oleh satuan Pendidikan
untuk kegiatan operasionalnya tidak dapat sama dengan perlakuan, persyaratan,
dan proses Perizinan Berusaha untuk kegiatan yang dapat bersifat laba.
Ketentuan izin
untuk satuan Pendidikan tetap mengikuti ketentuan perundang-undangan di bidang
Pendidikan:
1. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;
3. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
4. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran;
5. Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Undang-Undang
tersebut tidak diatur dalam UndangUndang ini dan tetap berlaku untuk pengelolaan
satuan Pendidikan formal maupun nonformal yang dikelola oleh masyarakat.
Ketentuan pasal
ini dapat digunakan secara suka rela untuk proses kesesuaian tata ruang,
persetujuan lingkungan, dan standar bangunan Gedung.
KESIMPULAN
dan REKOMENDASI
1.
FSGI
memandang bahwa OmniBUS Law UU Cipta Kerja tidak mengatur dan tidak mengubah
undang-undang terkait pengelolaan satuan pendidikan (sekolah/madrasah) maupun
pendidikan tinggi formal maupun non formal yang dikelola oleh
yayasan/masyarakat dan bersifat nirlaba.
2.
FSGI mendorong
Pasal 65 paragraf 12 untuk di revisi sehingga jelas disebutkan bahwa perizinan berusaha
diwajibkan untuk lembaga pendidikan milik
Perusahaan/perseroan, Lembaga diklat, kursus-kursus yang berorientasi
profit/laba, dan atau berada di kawasan ekonomi khusus.
3.
FSGI
Mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah untuk menjaga ekses
kemudahan izin berusaha sektor pendidikan ini agar tidak terjadi privatisasi, komersialisasi, dan liberalisasi
pendidikan berkedok lembaga nirlaba maupun asing yang berpotensi merugikan pajak dan keuangan negara.
Mataram,
18 Desember 2020
Wasekjen FSGI
MANSUR (Cp. 085937000006)