Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
memprediksi akan terjadi peningkatan
kasus covid secara signifikan di provinsi, kabupaten/kota yang menggelar
Pilkada serentak, 9 Desember 2020. Wilayah lain yang tidak menggelar Pilkada
juga rawan mengalami kenaikan kasus, karena di bulan Desember ada kebijakan
cuti bersama, liburan akhir tahun dan liburan natal. Dengan demikian, membuka sekolah tatap muka pada Januari 2021 harus benar-benar mempertimbangkan kenaikan kasus
pasca Pilkada dan liburan akhir tahun demi mencegah sekolah menjadi kluster baru penularan covid
19. Jika kasus meningkat signifikan, pemerintah menunda dahulu buka sekolah tatap
muka di bulan Januari.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020
akan digelar di 9 provinsi, 37 kota dan
224 kabupaten di Indonesia. Pilkada di laksanakan pada Rabu, 9 Desember 2020. Sebanyak
715 pasangan calon siap meramaikan Pilkada 2020 di 270 daerah. Libur sekolah di
mulai 19 Desember 2020, hampir bersamaan waktunya dengan cuti bersama.
FSGI Prediksi
Terjadi Peningkatan Kasus Covid 19 Di 270 Daerah Yang Gelar Pilkada
Serentak
1.
Berdasarkan hasil pantauan seluruh anggota FSGI di
sejumlah daerah yang menggelar
Pilkada Desember 2020, menunjukan fakta
fakta bahwa selama proses Pilkada sudah terjadi pengerahan massa dalam jumlah
besar, melakukan pawai dan mayoritas peserta tidak mengenakan masker, hal
tersebut terpantau di kabupaten Bima.
2.
FSGI memperkirakan pasca Pilkada akan ada juga perayaan
kemenangan dari Paslon yang meraih suara terbanyak, berarti potensi
menciptakakan kerumunan sangat tinggi dan kemungkinan protokol kesehatan banyak
diabaikan;
3.
Ketidakpatuhan dalam menjalankan protocol kesehatan
adalah kunci pencegahan penularan, ketika berkerumunan di keramaian ditambah
tidak patuh pada protocol kesehatan akan berpeluang menambah jumlah kasus covid
19 di Indonesia, setidaknya di 270 kabupaten/kota.
FSGI
Prediksi Terjadi Peningkatan Kasus Covid 19 Pasca Cuti Bersama, Liburan Akhir
Tahun dan Liburan Natal
1.
Daerah yang menggelar Pilkada serentak akan berpotensi terjadi juga penambahan kasus
karena setelah Pilkada ada cuti bersama, liburan akhir tahun dan liburan natal;
2.
Daerah yang tidak menggelar Pilkada pun juga berpotensi
sama ketika liburan akhir tahun akibat cuti bersama, liburan sekolah dan
liburan natal secara signifikan berpotensi kuat terjadi penambahan kasus,
karena terjadi pergerakan manusia dari satu daerah ke daerah lain;
3.
Liburan bersama selalu diisi dengan berwisata ke
destinasi wisata di berbagai wilayah, terjadi kunjungan wisatawan yang
meningkat tajam, terjadi kerumunan manusia di lokasi wisata dan pastinya aka
nada anak-anak yang diajak liburan ayah dan ibunya. Apakah pengunjung akan
patuh pada protocol kesehatan dan apakah infrastruktur di tempat wisata untuk
adaptasi kebiasaan baru (AKB) sudah memadai?
REKOMENDASI FSGI
1. Pemerintah Daerah wajib menjamin kesehatan dan
keselamatan seluruh pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik di masa
pandemic covid 19;
2. Satuan Gugus Tugas Covid 19 di daerah wajib memastikan
kepada pemerintah daerah ketika
peningkatan kasus terjadi pasca Pilkada, Cuti bersama dan liburan Akhir Tahun
2020, maka Tunda Buka Sekolah Tatap Muka pada Januari 2021;
3. Penundaan Buka Sekolah Tatap Muka pada Januari 2021
harus menjadi pertimbangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama di
wilayah yang menyelenggarakan Pilkada serentak
FSGI : Guru Honor Minim Perlindungan Negara
1. Peran guru honorer dalam penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia sangat strategis, karena banyak wilayah di Indonesia masih mengalami
kekurangan guru, tapi pemerintah tak punya cukup anggaran menggaji mereka atau
mengangkat guru ASN. Di sejumlah daerah, rasio guru-murid masih di bawah
standar yang ditetapkan oleh Pemerintah sendiri.
2. Solusi daruratnya adalah dengan mempekerjakan
guru-guru itu dengan sistem kontrak berjangka dan hal ini sudah berlangsung
bertahun-tahun. Sistem itu sebenarnya adalah sistem yang selama ini ditentang
oleh para buruh dalam dunia industry. Ironisnya, sistem ini justru dijalankan
pemerintah, dimana dunia pendidikan memakai sistem perburuhan, akibatnya ketika
ada sengketa antara guru dengan pihak
pemberi kerja, seperti pihak yayasan, penyelesaiannya tidak menggunakan
UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, namun menggunakan UU RI No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat secara
umumnya tidak memiliki konsep yang jelas dalam menyelesaikan masalah guru honorer,
padahal penyelesaian masalah guru
honorer sejatinya bukan soal mengangkat atau tidak mengangkat mereka jadi
pegawai. Ini adalah soal memperjelas sekolah mana yang masih memerlukan
tambahan guru, sekolah mana yang sudah cukup. Penerimaan dan penempatan guru
seharusnya berbasis pada kepentingan ini, sehingga terencana dan solutif. Penerimaan
guru di sekolah-sekolah swasta maupun negeri seharusnya mengacu pada sebuah
rencana sistematis dan terstruktur.
4. UU Ketenagakerjaan tidak cukup kuat untuk
melindungi guru karena pendiri sekolah berbeda dengan pengusaha. Agar guru
terlindungi walau dikontrak setiap tahun maka managemen Yayasan harus
diperbaiki. Misalnya, mengadakan tabungan potongan gaji 5 % dari gaji
perbulan,sehingga habis kontrak setahun itu guru memiliki tabungan di Yayasan
sebesar 60 % pertahun,yang dirasakan seakan menerima pesangon dari perusahaan.
5. Pemerintah dapat melindungi dengan pembuatan regulasi baru guna memperbaiki
peraturan tentang izin operasional dan akreditasi memasukan persyaratan
akreditasi dan izin operasional sekolah, yaitu kewajiban Yayasan membuat SPTJM
(Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak) yang menyatakan kesanggupan memberi
kompensasi finansial atau memotong gaji dan menyimpan sebagai tabungan yang
akan dikembalikan pada waktu guru berakhir tugasnya di suatu sekolah.
Pemerintah bisa paksa yayasan tutup jika tidak patuh pada regulasi. Jadi, dikunci melalui akreditasi dan izin operasional dengan
SPTJM wajib beri kompensasi dengan cara tersebut.